BATU SALURAN KEMIH
(BSK)
A. Pengertian.
Sindroma yang terdiri
dari gabungan kolik ginjal dan hematuria dan keluarnya batu atau gambaran batu
pada foto X’ ray (hasjim Effendi 1981).
B. Resiko dan insidensi
Dalam satu penelitian di
Amerika serikat di temukan bahwa penderita batu saluran kemih yang harus di
rawat inap adalah 1:1000 dari orang dewasa, sedangkan dari mayat yang di
autopsi di dapatkan 1 diantara 100 mayat mengandung batu di dalam saluran
kemihnya (Willie Japaries, 1992).
Batu saluran kemih ini
berersiko terjadi pada setiap orang terutama pada pekerja, olahragawan,
penduduk di negara tropis yang mengeluarkan banyak keringat, sehingga di
harapkan unutk orang yang beresiko tersebut agar mengkonsumsi air minum lebih
banyak untuk mencegah terjadinya pengendapan mineral penyusun batu pada saluran
kemih (Willie Japaries, 1992).
C. Etiologi
Kelainan tubuler heriditer, yaitu orang menderita
penyakit batu saluran kemih memang memiliki kelainan bawaan yang menyebabkan
air seninya lebih mudah mengendapkan batu (misal air seninya mengandung lebih
banyak zat kapur dari pada orang normal).
Infeksi, jika kuman tertentu khususnya genus proteus
yang memiliki enzim urease yang dapat memecahkan urea dalam air seni menjadi
amonia (NH3) dan CO2 dalm menimbulkan pembentukan batu
dalam saluran kemih, sebab amonia yang terbentuk akan mengalami hidrolisa
menjadi amonium, sedangkan CO2 menjadi asam karbonat.air seni yang
bada (pH 8-9) menyebabakan amonium berikatan dengan ion fosfat dan magnesium
menjadi batu Mg-amonium-fosfat (disebut juga struvit). Ion karbonat yang
berikatan dengan kalsium akan menjadi batu kapur karbonat.
Metabolik, batu asam urat akan terbentuk jika
seseorang bayak mengkonsumsi ikan, daging, jeroan ayam. Orang yang terlalu
banyak minum soda misalnya akan beresiko terhadap tingginya pembentukan kapur
di dalam tubuh. Keadan urine yang asam akan memudahkan terjadinya pengendapn
mineral sebagai bahan pembentuk batu (asam urat atau sistin).
D. Jenis Batu
Jenis batu yang dapat mengendap di saluran kemih
sangat beragam, pada penelitian yang di lakukan di laur negeri di dapatkan
bahwa 90 % batu saluran kemih mengandung kapur (kalsium oksalat & kalsium
fosfat), yang mengandung urat hanya 5 % dan 2-3 % mengandung sistin.
Batu yang mengandung kapur dapat terlihat jelas sebagai
bayang putih padat berbatas nyata pada hasil rontgen perut. Sebaliknya pada
batu tanpa zat kapur atau kalsium umumnya tak tampak pada hasil rontgen (sebab
batu jenis ini mudah di tembus oleh sinar rontgen).
E. Pathofisiologi
F. Tanda dan gejalanya
Keluhan tidak selalu ditemukan pada pasien dengan
batu saluran kemih, bila batunya masih kecil atau besar tetapi tidak pindah
tempat. Bila batu bergeser maka akan terjadi nyeri yang hebat (kolik).
Keluarnya darah berdama air seni. Kencing yang tidak tuntas dan pancaran air
kencing yang tidak kuat.
G. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksaanannya adalah membawa batu tersebut untuk di analisis
agar di ketahui jenisnya dan cara pengobatannya berdasarkjan dari jenis batu.
Bila batu yang terbentuk terbilang masih kecil dapat dilakukan ESWL
(extra corporeal shock wave lithotripsy)dan atau PSWL (piezo-electric shock
wave lithotripsy).
Apabila batu yang ada cukup besar sampai menutupi pyelum ginjal maka
perlua adanya tindakan operatif dan di tindak lanjuti dengan ESWL.
H. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Batu
Saluran Kemih
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas dan istirahat
Riwayat pekerjaan dengan suhu lingkungan yang
tinggi (panas).
b.
Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat
dari nyeri, cemas).
c.
Eliminasi
Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, pernah
mengalami bati saluran kemih sebelumnya, penurunan urine output, blaader teraba
penuh, oliguria, hematuria.
d.
Nutrisi
Diet tinggi purin,
kurangnya minum, tidak mengkonsumsi air yang sehat.
e.
Kenyamanan
Kolik/ nyeri (lokasi sangat bergantung dari lokasi
batu) dan mungkin tidak akan hilang hanya dengan perubahan posisi.
f.
Studi diagnostik
Urinalisis: mungkin urine akan berwarna kuning, coklat gelap,
nampak darah, adanya bakteri atau mineral yang tinggi dalam urine.
Urine tampung (24 jam): mungkin
terjadi peningkatan creatinin, asam urat, kalsium, phospat, sistin atau
oksalat.
Urine kultur: mungkin di
dapatkan UTI (urinary tract infection).
Whole blood cell: leukositosis
mungkin timbul akibat dari adanya infeksi.
KUB: Menunjukan terjadinya/
adanya batu pada saluran kemih.
PTH (parathyroid hormon): Mungkin
terjadi peningkatan (sehingga terjadi peningkatan absorbsi kalsium dari
tulang).
IVP: mungkin menunjukkan
terjadinya perubahan anatomis dan letak batu secara akurat.
2.
Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
peningkatan frekwensi kontraksia uretra,
adanya trauma jaringan,
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di
harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri, pengendalian terhadap
spasme dan cara berelaksasi.
Rencana:
1.
Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2.
Lakukan pemberian masage yang memberikan kenyamanan
secara rutin.
3.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
4.
Anjurkan pada klien untuk mengkonsumsi air sebanyak 3-4
l/ hari sesuai indikasi.
5.
Lakukan/ berikan kompres hangat pada punggung.
6.
Kolaborasi dalam pemasangan katheter jika diperlukan.
7.
Kolaborasi dalam pemberian analgetik, antispamodik, dan
kortikosteroid.
8.
Observasi terhadap keluhan nyeri abdomen.
b.
Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya
batu di saluran kemih, iritasi jaringan oleh batu, mekanik obstruksi,
inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan
tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara normal, dan bebas
dari tanda-tanda obstruksi.
Rencana:
1.
Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.
2.
Kaji pola miksi normal pasien.
3.
Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.
4.
Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu
yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.
5.
Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan
jumlah urine dan adanya periorbital/ edema dependent sebagai tanda dari
terjadinya obstruksi.
6.
Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum
creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.
7.
Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku
dan kesadaran.
c.
Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan
(defisit) berhubungan dengan post obstruktif deurisis, nausea vomiting.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan
keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
1.
Monitor intake dan output cairan.
2.
Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.
3.
Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika
tidak ada kontra indikasi.
4.
Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit,
mukosa membran, capilary refill time).
5.
Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.
6.
Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai
indikasi, antiemetik.
7.
Observasi KU pasien dan keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Collin B., 1989, Manual Ilmu Penyakit Ginjal,
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA
Philadelphia: F.A Davis Company.
Effendi, Hasyim, 1981, Fisiologi dan Pathofisiologi ginjal Cairan
tubuh dan keseimbangan asam basa, Bandung: Penerbit Alumni.
Japaries, Willie, 1992, Penyakit Ginjal, Jakarta:
Arcan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar