|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan
fraktur-fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990 dalam Barbara Engram,
1998 : 266).
Fraktur jika tidak ditangani dengan cepat dapat
menyebabkan kematian karena terjadinya pendarahan yang banyak dan hal ini
termasuk dalam gawat darurat orthopedi, sedangkan terhadap kebutuhan dasar
manusia yaitu dapat mengakibatkan komplikasi berupa kecacatan pada salah satu
ekstremitas sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan.
Maka untuk mengatasi itu semua diperlukan peran
perawat yang profesional guna mencegah atau mengatasi akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh fraktur tersebut misalnya mengatasi pendarahan yang terlalu
banyak sehingga dapat mengancam jiwa klien, dan untuk mengembalikan
fungsi-fungsi organ tubuh secara optimal sehingga klien dapat melakukan
aktivitas secara normal dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa ada rasa
takut.
Hasil survey yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin, maka kejadian Opea Fraktur Cruris di Kalimantan
Selatan pada tahun 2004 dengan jumlah 41 orang sedangkan Open Fraktur Cruris
tersebut dapat menimbulkan terjadinya kerusakan jaringan dan infeksi yang
beresiko terhadap biopsiko sosial dan spritual si penderita.
|
B. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk melakukan dan melaporkan hasil
asuhan keperawatan pada klien fraktur melalui proses keperawatan di ruang
Orthopedi Rumah Sakit Daerah Ulin Banjarmasin.
C. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari asuhan keperawatan klien dengan
fraktur terutama pada Fraktur Cruris adalah untuk :
1. Melakukan
pengkajian pada klien dengan fraktur cruris
2. Merumuskan
diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris.
3. Membuat
intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada klien yang mengalami fraktur
cruris.
4. Melaksanakan
asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan keadaan klien pada saat itu.
5. Mengevaluasi
efektivitas dari asuhan keperawatan yang diberikan pada klien fraktur cruris
selama berada di rumah sakit.
6. Memenuhi
syarat kelulusan Diploma III Keperawatan.
D. Metodologi Asuhan
Metodologi asuhan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Opea Fraktur Cruris Sinistra menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
|
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan
Teoritis dan Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma
yang menyebabkan tulang-tulang putus dapat berupa trauma langsung dan tidak
langsung (R. Syamsuhidayat Wim De Jong, 1998 : 1138).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur akibat dari trauma. Beberapa fraktur sekunder terhadap
proses-proses akibat trauma. Beberapa fraktur sekunder terhadap proses-proses
penyakit seperti Osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur patologis
(Barret dan Bryant, 1990 dalam Barbara Engram, 1998 : 266).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang normal
yang terjadi ketika mendapat tekanan yang berlebihan pada tulang dari pada yang
dapat diserapnya. Kerusakan pada jaringan lunak sekitarnya (kulit, jaringan
subkotan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamea dan tendon) juga sering terjadi
(Joyce M. Black, 1997 : 2129).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai dengan bentuk dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang
mendapat tekanan yang lebih besar daripada yang dapat diserapnya (Suzanne C.
Smeltzer and Brenda G. Bare, 2000 : 1835).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh ruda paksa
atau benturan yang langsung maupun tidak langsung dan juga beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti Osteoporosis yang dapat menyebabkan
Fraktur Patologis.
a. Klasifikasi
fraktur menurut Joyce M. Black (1997 : 2131) berdasar :
|
a. Fraktur
terbuka
b. Fraktur
tertutup
2) Menurut
keretakan tulang
a. Fraktur
Tranversum
Fraktur
yang terjadi pada seluruh struktur tulang/injuri dengan garis mendatar.
b. Fraktur
Obligue
Fraktur
yang terjadi menembus pada seluruh struktur tulang dengan garis miring
c. Fraktur
Sosial
Fraktur
yang menembus pada seluruh tulang struktur tulang dengan garis berkelok.
d. Fraktur Communited
Fraktur
lebih dari tiga keretakan tulang
e. Fraktur
Segmental/Greenstick
Fraktur
hanya sebagian
3) Menurut
kondisi tulang
a. Fraktur
Impacted
b. Fraktur
lungitudinal
c. Fraktur
Depresi
d. Fraktur
Compresi
4) Menurut
luasnya
a. Fraktur
komplit
b. Fraktur
inkomplit
5) Menurut
Lokasi Fraktur
a. Fraktur
Proxinial
b. Fraktur
Medial/Midshaft
c. Fraktur
Distal.
2. Etiologi
Menurut R. Syamsuhidayat dan Wim De Jong (1998 :
113-1139) trauma yang menyebabkan fraktur pada tulang adalah :
a. Trauma
Tajam
Trauma /
kekerasan langsung yang menyebabkan terjadinya patah tulang pada titik
kekerasan itu, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna.
b. Trauma
Tumpul
Trauma /
kekerasan yang tidak langsung yang menyebabkan patah tulang di tempat yang utuh
dari tempat di mana terjadi benturan misalnya tumor, inteksi, dan osteoporosis
tulang.
Selain itu terdapat jenis patah tulang yang tidak
disebabkan oleh trauma tetapi disebabkan oleh adanya proses patologi, misalnya
tumor, infeksi, dan osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang kurang dan disebut patah tulang patologis.
3. Patotisiologi
Menurut Joyce M. Black (1997 : 2132) pada waktu
fraktur, otot meregang sampai akhirnya mencukupi sepanjang lintasan potongan
tulang, otot kemudian spasme dan menarik bagian-bagian tulang pada berbagai
posisi. Kelompok otot besar dapat membuat spasme pasif dan perubahan tulang
besar seperti femur. Pada porsi distal yang fraktur terjadi perubahan bagian
fraktur dan fragmen tulang tergantung pada kekuatan kausatif dan derajat ke
samping. Pada sudut (ongulasi), atau disebut sebagai segmen tulang menyamping
dan pemindahan segmen boleh rotasi atau keluar.
Ketika tulang rusuk, periosteum dan pembuluh darah
dalam korteks, sum-sum tulang dan jaringan lunak di sekitarnya mengalami
kerusakan. Pendarahan terjadi dari bagian yang rusak dari tulang dan jaringan
yang lunak (otot). Hemalom dibentuk dalam medula canal, diantara bagian fraktur
tulang dan di bawah peristeum, jaringan tulang dengan segera mengalami
kematian. Jaringan nekrosis menstimulasi dengan pandangan, dengan karakteristik
vasodilatasi, cedera, nyeri, kehilangan fungsi, eksudat plasma leukosit dan
infiltrasi sel darah putih.
Proses terjadinya fraktur, dapat dilihat pada skema
di bawah ini :
§
Kekerasan yang timbul secara mendadak
§
Jaringan tidak mampu menahan
§
Spasma otot
§
Perubahan posisi tulang
§
Periosctium, pembuluh darah dan korteks, sum-sum
tulang dan jaringan lunak di sekitarnya mengalami kerusakan
§
Pendarahan
§
Hematom
§
Kematian jaringan jantung / inflamasi.
(Vasolidatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi eksudat plasma dan lekosit, infiltrasi sel
darah putih).
Proses penyembuhan luka
Hematom hambatan suplai zat-zat yang diperlukan tulang
Penumpukan zat kapur dan besi
pengapuran callus
jaringan penutup.
4. Tanda
dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala fraktur dapat spesifik,
tergantung pada penyebab jenis fraktur, lokasi dan tingkat kerusakan pada
fraktur secara umum.
Tanda dan gejalanya sebagai berikut :
a. Bengkak
Terjadi
karena pendarahan pada jaringan tulang yang mengalami fraktur karena injuri /
rusaknya pembuluh darah pada tulang tersebut.
b. Nyeri
Terjadi
karena penumpukan darah pada jaringan tulang yang mengalami fraktur, yang menyebabkan
penekanan pada ujung syaraf tulang.
c. Kemampuan
fungsional berkurang
Terjadi
karena diskontinuitas tulang, ketidaksinkronan fungsi otot ligamen dan syaraf.
d. Detormitas
Terjadi
karena pendarahan pada area fraktur akibat ruptur pada arteri dan vena besar.
e. Diskolasi
Terjadi
karena diskontinuitas struktur tulang.
f. Crepitus
Bunyi
“krak” bila tulang bersentuhan
g. Pendarahan
Melalui
luka-luka / fraktur yang terbuka karena kerusakan arteri atau vena.
Bloch Bernoch (1986) menjelaskan gejala yang
dialami pada klien fraktur adalah :
a. Nyeri,
pembengkakan dan nyeri tekan pada daerah fraktur
b. Kedudukan
yang tidak normal
c. Hilangnya
anggota gerak dan persendian
5. Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Susan Martin Tucker, dkk (1998 : 435)
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah :
a. Pemeriksaan
rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
b. Scan tulang
(fomogram, scan CT / MRI) : memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram,
dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung
darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemo konsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Hb, leukosit, LED, golongan darah dan lain-lain.
6. Penatalaksanaan
Medis
Menurut Susan Martin Tucker, dkk (1998 : 435)
penatalaksanaan medis untuk fraktur adalah :
a. Traksi
b. Reduksi
tertutup dengan menggunakan gips atau fiksasi luar alat-alat dari logam yang
dipasangkan pada tulang dengan menggunakan pen.
c. Reduksi
terbuka dengan memasukkan pen, skrup, plat, kawat atau jarum.
d. Pemasangan
brace (alat penyokong atau pelurus), traksi, bebas atau sling.
e. Pemberian
obat-obatan seperti : analgesik, antibiotik.
f. Tirah
baring dalam posisi khusus.
g. Diit,
aktivitas, istirahat, pembatasan mobilitas.
B. Keperawatan
Fraktur Cruris
1. Pengkajian
Menurut Marilyn E. Doengdes (2000 : 761-773) data
dasar pengkajian pasien fraktur adalah :
a. Aktivitas
/ Istirahat
Tanda dan gejala : keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian
yang terkena (mungkin segera setelah fraktur itu terjadi atau secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan dan nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardi
(respon stress, hipovolemia) penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang
cedera : pengisian kapiler lambat, pucat dan bagian yang terkena pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot, kibas /
kesemutan (parestesis).
Tanda : Detormitas lokal, ingulasi abnormal,
pemendekan rotasi krepitulasi (bunyi berderit) spasme otot terlihat kelemahan /
hilang fungsi.
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera /
mungkin terlokalisasi pada area jaringan
(kerusakan tulang ; dapat
berkurang pada mobilisasi) : tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme /
kram otot (setelah mobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan,
perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
2. Diagnosa
Keperawatan
Menurut Marilyn E. Doengoes (2000 : 764-773)
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah :
a. Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
terhadap fraktur.
b. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur atau pemasangan traksi.
c. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan trauma jaringan.
d. Resiko
tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
sekunder terhadap fraktur.
e. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan atau kerusakan rangka
neuromuskuler.
3. Perencanaan
Menurut Marilyn E. Doengoes (2000 : 764-773)
perencanaan kegiatan pada klien dengan fraktur adalah :
a. Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
terhadap fraktur.
1. Pertahankan
tirah baring sampai fraktur berkurang.
2. Pertahankan
traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong.
3. Tinggikan
dan dukung ekstremitas yang terkena.
4. Berikan
alternatif tindakan perubahan posisi pijat punggung atau perubahan posisi.
Kolaborasi
:
5. Berikan
obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik sesuai dengan
program medik.
b. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur atau pemasangan traksi.
1. Kaji
derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatian
persepsi pasien terhadap imobilisasi.
2. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan
tungkai yang sakit.
3. Berikan
atau bantu dalam mobilitasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin,
instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
4. Awasi TD
setelah melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
c. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan atau kerusakan
neuromuskular.
1. Berikan
bantuan pada aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan, izinkan
untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
2. Dorong
partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi.
3. Dorong dan
bantu dalam perawatan diri / kebersihan, contohnya mandi, berpakaian, toilet,
training dan lain-lain.
d. Resiko
tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
sekunder terhadap fraktur
1. Kaji kulit
untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan perubahan warna.
2. Massage
kulit dan tonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kuman.
3. Ubah posisi
dengan sering dengan penggunaan trapezi bila mungkin.
4. Letakkan
bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
e. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan trauma jaringan
1. Infeksi
kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekkan kontinuitas.
2. Kaji sisi
kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri / rasa terbakar atau adanya cedera,
dan bau tak enak.
3. Observasi
luka untuk pembentukan luka, krepitulasi, perubahan warna kulit kecoklatan.
Kolaborasi :
4. Awasi
pemeriksaan laboratorium seperti hitung darah lengkap, LED.
5. Berikan
obat sesuai program medis, contohnya antibiotik IV / Topikal.
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan fraktur
adalah :
a. Klien
mendemonstrasikan bebas nyeri, nyeri hilang.
b. Klien
mendemonstrasikan tidak adanya komplikasi yang berhubungan dengan imobilisasi,
meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi.
c. Tidak
terjadi infeksi, luka mencapai penyembuhan yang maksimal dan sesuai dengan
waktu.
d. Pertusi
jaringan yang adekuat.
e. Klien
mendemonstrasikan tidak ada defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
|
Black, Joyce M. 1997. Medical-Surgical Nursing : Clinical
Management for Continuity of Care.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, Edisi 3 alih bahasa : I
Made Kariasa, Skp. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2. Alih Bahasa : Dra. Suharyati Samba, SKp. Dkk. Jakarta : EGC.
Lewis, Sharon Mantik, Et Al. 2000 Medical-Surgical Nursing :
Assesment and Management of Clinical Problems. USA : C.V Mosby Company.
Syamsuhidayat, R. dan Wim De Jong. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi Revisi. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. and Brend g. Bare. 2000. Textbook of Medical
Surgical Nursing. 9 tahun Edition. Philadelphia : Lippincott.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien :
Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi. Edisi V. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar