Jumat, 20 Januari 2012

PENDEKATAN KLINIS PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL


PENDEKATAN KLINIS PASIEN
DENGAN PENYAKIT GINJAL

PENDAHULUAN
Langkah awal pendekatan diagnostik penyakit ginjal di mulai dengan menggolongkan gejala dan tanda atau kelainan pasien ke dalam salah satu atau lebih sindrom tertentu (lihat tabel 1).pada pemeriksaan selanjutnya di usahakan mencari etiologi sindrom tersebut, serta mencari fakta-fakta lain.
Tabel 1. sindrom klinis pada penyakit ginjal
1 sindrom urin asimtomatik
2 sindrom nefrotik
3 sindrom nefrotik akut
4 kelainan glomerulo-vaskular
5 hipertensi
6 gagal ginjal akut
7 gagal ginjal kronik
8 batu ginjal / saluran kemih
9 infeksi saluran kemih
10 kelainan tubula-interestisial
11 kelainan elektrolit

ANAMNESIS
Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan kencing seperti nyeri pada saat kencing (dysuria), rasa ingin kencing (urgency), sebentar-sebentar kencing (frequency), dan rasa nyeri pada daerah suprasimpilis umumnya timbul karena iritasi mukosa kandung kencing atau uretra, yang sering di akibatkan oleh infeksi kandung kemih.
Edema
Edema dapat terjadi pada gagal ginjal oleh karena ginjal tidak cukup memproduksi urin, seperti pada penurunan fungsi ginjal, pada keadaan kehilangan albumin yang banyak (sindrom nefrotik), retensi garam dan air oleh karena asupan garam yang berlebihan, pemakaian obat diuretik, dan lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak semua penyebab terjadinya edema dapat di ketahui.
Nyeri
Rasa nyeri dapat di timbulkan akibat kelinan sepanjang saluran kencing dari ginjal sampai uretra.
Nyeri yang berasal dari ginjal dapat berupa rasa pegal atau nyeri di belakang (pinggang) atau di depan ginjal (perut), yang di akibatkan peregangan kapsul dan jaringan perinefrik. Hal ini dapat terjadi pada insfeksi akut, obstruksi, batu ginjal, trombosis,vena dan emboli, yang semuanya juga dapat tak bergejala.
Nyri juga dapat berupa kolik uretra, umumnya di sebabkan batu ginjal, tetapi dapat di akibatkan pula oleh bekuan darah, pus, obstruksi parsial, atau nekrosis papila.
Penurunan fungsi ginjal
Pada gagal ginjal akut (GGA) pra renal di dapatkan riwayat kehilangan cairan, penurunan tekanan darah, perdarahan, trauma luas dan lain-lain. Pada GGA obstruktif / pasca renal terdapat riwayat penurunan produksu urin, nyeri kolik, batu ginjal, keganasan urogenital dan lain-lain. Pada GGA renal atau parenkimal di dapat riwayat pemakaian obat,obat yang nefrotoksik, jamu tradisional, atau zat kimia (nefrotoksin), atau penyakit imunologis / glomerulonefritis.
Pada gagal ginjal kronik, sering di temukan polakisuria (sering kencing). Atau oliguria.
Hematuria
Sindrom glomerulo-vaskular (glomerulonefritis atau vaskulitis); urin bewarna merah / darah, jumlah kencing berkurang, dengan (pada SNA) atau tanpa gejala hipertensi (pada GN).urin pada kelainan ini berwarna merah muda sampai coklat tua sedangakan perdarahan pada awal atau akhir kencing menunjukkan kelainan yang berasal dari uretra atau kandung kencing.
Hematuria yang di sertai dengan infeksi tenggorokkan atau kulit kemungkinan di sebabkan glomerulonefritis pasca streptokok, apabila infeksi telah terjadi 2-4 miggu sebelumnya.sedangkan apabila timbulnya pada waktu yang bersamaan hal ini mungkin di sebabkan nefropati IgA.
Penyakit yang Pernah di Derita
Penyakit masa lampau sangat penting di tanyakan, seperti infeksi kulit, alergi, feringitis/tonsilitis, (penyebab glomerulonefritis). Penyakit sistemik seperti gout, lupus, diabetes melitus, hipertesi, untuk mencari penyebab/etiologi penurunan fungsi ginjal, atau gagal ginjal kronik.perlu di tanyakan juga riwayat kehamilan, adanya hipertensi pada kehamilan, abortus (sindrom fosfolipid, LES,gagal ginjal)atau tindakan operasi atau riwayat pemasangan kateter (pada infeksi berulang)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penting dalam keluarga seperti hipertensi, batu ginjal, penyakit ginjal polikistik, diabetes melitus, gout, keganasan, gagal ginjal, lupus dan lain-lai perlu di perhatikan untuk mencari etiologi penyakit.


PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan jasmani harus di lakukan secara menyeluruh sesuai dengan cara-cara pemeriksaan di bidang penyakit dalam pada umumnya.
Pemeriksaan tekanan darah di lakukan pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Selain itu juga di periksa pada kedua lengan dan tungkai (kanan dan kiri).
Kelainan yang tampak di kulit seperti warna pucat (anemia), turgor yang mengurang (tanda dehidrasi), aekskresi keringat (berkurang pada gangguan ginjal kronik dengan gangguan saraf otonom), rash, bintik atau bercak-bercak/bintik perdarahan pada kulit (purpura/petekie), dan lain-lain.
Pada pemeriksaan abdomen pelu di perhatikan adanya benjolan pada daerah abdomen (hidronefrosis, ginjal polikistik, tumor ginjal, atau retensio urin).pada pemeriksaan palpasi ginjal, sebaiknya di klakukan juga sewaktu pasien dalam keadaan berdiri, terutama pada pasien dengan keluhan sakit pinggang atau kolik atau nyeri pada bagian perut. Pemeriksaan ini di lakukan secara bimanual yaitu dengan meletakkan jari-jari tangan di bagian depan perut, pad posisi ginjal, sedangkan jari-jari tangan yang lain di letakkan di belakang badan.dengan menekan jari tangan di belakang badan berulang-ulang akan terasa pada jari-jari tangan yang lain sentuhan atau ballotement massa ginjal.
` Nyeri ketok pada daerah kostovertebra di periksa dengan menekan atau mengetok (tidak perlu kuat) pada daerah sudut yang terbentuk oleh kosta terakhir dan vertebra.
Bruit atau bising sistolik dan diastolik arteri renalis dapat terdengar pada daerah perut bagian depan (epigastrium) atau pada punggung apabila ada penyempitan arteri renalis.
Pada pasien pria, selain pemeriksaan alat kelamin, di lakukan juga pemeriksaan colok dubur untuk menilai pembesaran prostat.
Pemeriksaan neurologis penting pada pasien gagal ginjal kronik antara lain adanya paresis, polineuropati, dan neuropati autonom dengan segala akibatnya.
hidup optimis

DISPEPSIA FUNGSIONAL


DISPEPSIA FUNGSIONAL


PENDAHULUAN
Dispepsia nonulkus diperkenalkan oleh Thompson (1984) untuk menggambarkan keadaan yang kronik berupa rasa tidak enak pada daerah epigastrium yang sering berhubungan dengan makanan, gejalanya seperti ulkus tapi pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya ulkus.
Lagarde dan Spiro (1984) menyebutnya sebagai dyspepsia fungsional untuk keluhan tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat intermitten sedangkan pada pemeriksaan tidak didapatkan kelainan organic.
Gejala yang dikeluhkan: rasa penuh pada ulu hati sesudah makan, kembung, sering bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, vomitus, rasa terbakar pada daerah ulu hati, regurgitasi.
Dispepsia fungsional ini umumnya bersifat kronik dan sering kambuh
Patofisiologi
Masih diperdebatkan, penyebabnya bersifat multifaktorial. Namun yang tidak dapat disangkal lagi bahwa factor psikis/ emosi memegang peran penting baik untuk timbulnya gangguan maupun pengaruh terhadap perjalanan penyakitnya.
Peran factor psikososial pada dyspepsia fungsional sangat penting karena dapat menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna
2. perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul
3. mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakit
4. mempengaruhi prognosis
 Factor-faktor yang
§ diduga menyebabkan sindrom dyspepsia ialah:
1. peningkatan asam lambung
2. dismotilitas lambung
3. gastritis dan duodenitis kronik (peran Helicobacter pylori)
4. stress psikososial
5. factor lingkungan dan lain-lain (makanan, genetik)
 Rangsangan psikis/ emosi sendiri secara
§ fisiologis dapat mempengaruhi lambung dengan 2 cara, yaitu:
1. Jalur neuron: rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nucleus vagus, nervus vagus dan selanjutnya ke lambung.
2. Jalur neurohumoral: rangsangan pada korteks serebri
hipotalamus anterior hipofisis anterior (mengeluarkan kortikotropin) hormon merangsang korteks adrenal (menghasilkan hormon adrenal) merangsang produksi asam lambung
Faktor psikis dan emosi (seperti pada anksietas dan depresi) dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lam
bung serta menurunkan ambang rangsang nyeri.Pasien dyspepsia umumnya menderita anksietas, depresi dan neurotik lebih jelas dibandingkan orang normal.
Data-data hasil endoskopi:
1. Fisher dkk: dari 3367 pasien dengan dyspepsia, 33,6 % hasil endoskopinya normal
2. Djaya Pranata (1988): dari 351 pasien dyspepsia non ulkus, 162 pasien mengalami gastroduodenitis, 199 normal
3. Harsal A (1991): dari 52 pasien dyspepsia non ulkus, 44% endoskopinya normal
Dari data-data di atas jelas bahwa keluhan-keluhan saluran cerna bagian atas tidak selalu berdasarkan adanya kelainan organic, tapi mungkin saja karena factor psikososial (anksietas dan depresi).
Hasil penelitian kejadian anksietas dan depresi pada pasien dyspepsia non ulkus:
- Harsal A (1991) di RSCM: 80,7 % anksietas, 57,7 % anksietas – depresi pada pasien dyspepsia non ulkus.
- Rychter (1991): 60% anksietas
- Rose (1986): 50% depresi


PENGOBATAN
Dilakukan melalui pendekatan psikosomatik yaitu dengan memperhatikan aspek-aspek fisis, psikososial dan lingkungan.
erhadap keluhan-keluhan dyspepsia dapat dihentikan dengan:
- pengobatan simtomatik seperti antasida, obat-obat antagonis H2 seperti simetidin, raditidin, farmotidin
- obat-obat prokinetik seperti cisaprid maupun obat inhibitor pompa proton seperti omeprazol, lansoprazol, dan sebagainya.
Pengaturan diet, untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan gejala-gejalanya.
Melakukan psikoterapi dengan beberapa edukasi dan saran agar dapat mengatasi atau menurunkan stress dan konflik psikososialnya. Pada keadaan yang jelas terdapat anksietas/ depresi, psikofarmaka perlu diberikan. Contoh obatnya: anksiolitik atau anti depresan yang sesuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar